Senin, 17 Februari 2020

Emansipasi & Gender Equality

Emansipasi & Gender Equality

Beberapa orang sering salah dalam membedakan antara seks dan gender, seks adalah perbedaan biologis yang dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan dari segi biologisnya tentang jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, sedangkan gender adalah karakteristik yang membedakan antara maskulinitas dan feminimitas, karakteristik ini yang selanjutnya banyak memunculkan perbedaan yang menyebabkan pergesekan antara laki-laki dan perempuan.
   Seperti yang kita tahu bahwa permasalahan kesetaraan gender sudah dari dulu di suarakan oleh aktifis-aktifis perempuan di Indonesia bahkan seluruh dunia yang intinya menghapuskan budaya patriarki yang menganggap bahwa laki-laki lebih unggul daripada wanita dan seolah-olah wanita harus mematuhi apa yang disepakati oleh kaum laki-laki, penyebutan antara wanita dan perempuanpun menjadi masalah karena kata wanita berasal dari bahasa Jawa yang berarti WANI ditaTA atau dalam bahasa Indonesia berarti berani (mau) ditata. Sebagian perempuan menolak kata wanita untuk sebutan bagi mereka, karena dalam kata wanita menunjukkan bahwa perempuan sepatutnya harus menurut dan mau diatur oleh seorang pria dan seolah-olah perempuan adalah mahluk kelas dua yang harus mengikuti apapun kebijakan dan perintah yang diberikan oleh seorang laki-laki kepadanya ini merupakan salah satu budaya patriarki yang harus dihapuskan.
   Mereka kaum perempuan memilih kata perempuan yang merujuk kepada mereka karena kata perempuan berasal dari kata "empu" yang berarti orang yang sangat ahli, atau gelar kehormatan yang berarti tuan. Setidaknya kata perempuan telah berperan untuk mencoba menghapuskan budaya patriarki yang nyatanya hingga kini pun masih berlaku di masyarakat.
   Tidak hanya soal penyebutan atau nama untuk kaum perempuan yang menjadi permasalahan, dalam kenyataannya masih banyak sekali praktik budaya patriarki yang terjadi di masyarakat, seperti masalah pekerjaan, kegiatan politik bahkan pendidikan yang memiliki membudaya sejak dulu yang merugikan kaum perempuan, mungkin sejak mulai ada peradaban manusia di Indonesia budaya patriarki sudah mulai berkembang. Hingga Indonesia pada masa kolonial Belanda muncul sosok pahlawan penginspirasi kaum perempuan beliau lah RA Kartini yang ingin bercita-cita menjunjung kesetaraan dan menghilangkan budaya feodalisme.
   Dengan semangat mewujudkan emansipasi perempuan meskipun pendidikan pada masa itu hanya diperuntukkan untuk kaum laki-laki dari kelas bangsawan itu tidak menurunkan rasa keingintahuan tentang sesuatu dan keinginan kuat dari Kartini muda untuk mengenyam pendidikan seperti yang dirasakan para lelaki dimasanya, keinginan kuat Kartini ia sampaikan langsung kepada ayahnya yang merupakan seorang bangsawan masa itu, keinginan Kartini awalnya ditolak oleh sang ayah karena sudah merupakan budaya leluhur yang menganggap tabu bila perempuan bersekolah, namun seiring berjalannya waktu hati ayah Kartini mulai tersadarkan karena kegigihan Kartini dan mengizinkan anaknya bersekolah setingkat Sekolah Dasar.
   Semasa dalam pendidikan Kartini membuktikan bahwa perempuan juga bisa menonjol dan berperan aktif dalam pendidikan dengan berhasil lulus sebagai siswa terbaik semasa itu mengalahkan siswa-siswa lainnya yang mayoritas adalah anak laki-laki dari kaum bangsawan. Setelah lulus dari Europe Lagree School (setingkat SD) Kartini memohon kepada ayahnya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi namun secara tegas ayahnya mengatakan tidak atas permintaan anaknya itu dan yang lebih parahnya Kartini yang masih berusia 12 tahun diperintahkan untuk menjalani masa pingitan dan akan dijodohkan oleh seorang yang sudah beristri. Meskipun berada dalam masa pingitan yang merenggut masa muda Kartini itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar, selama 4 tahun dia menjalani masa pingitan dengan membaca buku dan surat kabar yang kebanyakan berbahasa Belanda dan berkorespondensi dengan sahabat penanya dan juga orang-orang petinggi Belanda yang memiliki pemikiran yang sama pada waktu itu, ia senantiasa menyuarakan harapan dan cita-citanya untuk memberikan hak-hak yang sama untuk perempuan hususnya dalam dunia pendidikan dengan tujuan memajukan negara ini dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya.
   Kartini mendobrak feodalisme dan budaya patriarki dengan memajukan dirinya dan memajukan orang-orang disekitarnya, pendidikan adalah kunci kehidupan yang lebih baik dan pembebasan manusia dari diskriminasi dan penindasan, perempuan juga tidak boleh hanya menjadi bahan eksploitasi karena perempuan adalah pendidik pertama bagi putra putrinya. Kartini berusaha untuk memperbaiki nasib perempuan Jawa agar mampu mengenyam pendidikan sama seperti kaum laki-laki pada masa itu. Kartini yakin bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki pendidikan yang sama, bukan kaum laki-laki yang Kartini lawan, melainkan pendapat kolot yang turun temurun yang merugikan kaum perempuan lah yang harus diberantas habis.
   Menurut Plato perempuan juga bisa memerintah sama efektifnya dengan kaum laki-laki karena alasannya sederhana, yaitu bahwa para pemimpin mengatur negara berdasarkan akal mereka. Kaum perempuan, dia menegaskan, mempunyai penalaran yang persis sama dengan kaum pria asalkan mereka mendapatkan pelatihan dan juga hak yang sama.
   Banyak pendapat dan juga bukti yang telah menunjukkan bahwa kaum perempuan juga pantas mendapatkan posisi yang setara dengan kaum laki-laki dalam setiap hal, karena kaum perempuan juga memiliki skill dan potensi yang sama dengan kaum laki-laki asalkan mendapatkan pendidikan dan hak yang sama dengan kaum laki-laki, sudah banyak sekali tokoh perempuan baik dalam maupun luar negeri yang menginspirasi kaum perempuan, seperti kisah Kartini yang kita bahas dan juga mungkin dari kita semua mengetahui cerita singkat Dewi Khatijah seorang saudagar kaya dari Mekah yang menguasai ilmu perdagangan yang tidak hanya di jazirah Arab saja tetapi juga ke manca negara yang menjadikannya sebagai orang paling kaya di tanah Arab pada zaman itu dan menikahi seorang panutan umat Islam seluruh dunia hingga akhir zaman beliaulah Nabiyullah Muhammad SAW yang langsung dilamar sendiri oleh Dewi Khatijah.
 
    Masih banyak lagi dari semua kisah inspiratif tokoh perempuan di berbagai belahan dunia, dan kaum perempuan dapat mengambil pelajaran dari itu semua bahwasanya untuk menjadi sukses, untuk mendapatkan pencapaian secara maksimal tidak perlu memandang status gender, kekuasaan ataupun status sosial, ketika kita mau memaksimalkan kemampuan kita, tanpa patah semangat dan terus berproses niscaya akan lahir Kartini-kartini baru di Indonesia yang mengukir sejarahnya sendiri.